maksiat
Menghindari Maksiat
Ketahuilah,
bahwa agama Islam terdiri atas dua bagian: meninggalkan apa yang dilarang dan
melakukan amal ketaatan. Meninggalkan apa yang dilarang jauh lebih sulit karena
melakukan amal ketaatan dapat dilakukan setiap orang, sedangkan meninggalkan
syahwat hanya bisa diwujudkan oleh mereka yang tergolong shiddiqun.
Oleh karena itu, Rasulullah SAW. bersabda, “Orang yang berhijrah adalah yang
meninggalkan keburukan, sedangkan orang yang berjihad adalah yang berjuang
melawan hawa nafsunya.” Ketahuilah bahwa ketika engkau bermaksiat sesungguhnya
engkau melakukan maksiat tersebut dengan anggota badanmu padahal ia merupakan
nikmat dan amanat Allah yang diberikan kepadamu. Mempergunakan nikmat Allah
dalam rangkat bermaksiat kepada-Nya adalah puncak kekufuran. Dan berkhianat
terhadap amanat yang dititipkan Allah kepadamu betul-betul merupakan perbuatan
yang melampaui batas. Anggota badanmu adalah rakyat atau gembalaanmu, maka
perhatikan dengan baik bagaimana kamu menggembalakan mereka. Masing-masing
kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas yang
dipimpinnya. Sadarlah bahwa semua anggota badanmu akan menjadi saksi atasmu
pada hari kiamat dengan lidah yang fasih. Ia akan menyingkap rahasiamu di hadapan
semua makhluk. Allah Swt. berfirman, “Pada hari dimana lidah, tangan, dan kaki
mereka menjadi saksi atas perbuatan yang kalian lakukan” (Q.S. an-Nur: 24)
Allah Swt berfirman, “Pada hari ini, Kami tutup mulut mereka sedangkan tangan
mereka berbicara pada Kami dan kaki mereka menjadi saksi atas apa yang mereka
kerjakan” (Q.S. Yasin: 65).
Oleh karena
itu, peliharalah semua anggota badanmu dari maksiat, khususnya tujuh anggota
badanmu karena neraka Jahannam memiliki tujuh pintu. Masing-masing mereka
mempunyai bagian tersendiri. Yang masuk ke dalam pintu-pintu neraka Jahannam
itu adalah mereka yang bermaksiat kepada Allah Swt. dengan tujuh anggota badan
tersebut, yaitu mata, telinga, lidah, perut, kemaluan, tangan, dan kaki.
Mata
diciptakan agar bisa memberi petunjuk padamu di waktu gelap, agar bisa kau
pergunakan pada saat diperlukan, agar dengannya engkau melihat semua keajaiban
langit dan bumi, dan agar engkau bisa mengambil pelajaran dari tanda-tanda
kekuasaan-Nya. Maka dari itu, peliharalah matamu itu dari empat hal: melihat
yang bukan mahram-nya, melihat gambar bagus dengar syahwat, melihat seorang
muslim dengan pandangan meremehkan, serta melihat aib seorang muslim.
Adapun
telinga, maka peliharalah ia agar tidak mendengar bidah, gibah, perkataan keji,
takut pada kebatilan, atau kejelekan orang. Telinga tersebut diciptakan untukmu
agar engkau bisa mendengar kalam Allah Swt, sunah Rasulullah Saw, dan kata
hikmah para wali serta agar engkau bisa mempergunakannya untuk bisa menggapai
surga yang penuh kenikmatan, kekal abadi di sisi Tuhan Penguasa alam semesta.
Jika engkau mempergunakan telinga tersebut pada sesuatu yang dibenci ia akan
menjadi beban atau musuh bagimu. Begitu pula ia akan berbalik arah dari yang
seharusnya bisa mengantarkanmu menuju kesuksesan, menjadi mengantarkanmu menuju
kehancuran. Ini benar-benar merupakan kerugian. Jangan engkau mengira bahwa
dosanya hanya dibebankan kepada si pembicara, sedangkan si pendengar terbebas
dari dosa. Karena, dalam riwayat disebutkan, pendengar adalah sekutu bagi yang
berbicara. Ia adalah salah satu pihak dari dua orang yang sedang bergibah
(bergunjing).
Adapun
lidah, maka ia diciptakan agar dengannya engkau bisa banyak berzikir kepada
Allah Swt, membaca Kitab Suci-Nya, memberi petunjuk kepada makhluk Allah lainnya,
serta mengungkapkan kebutuhan agama dan duniamu yang tersimpan dalam hati. Apabila
engkau mempergunakannya bukan pada tujuan yang telah digariskan berarti engkau
telah kufur terhadap nikmat Allah Swt. Lidah merupakan anggota badanmu yang
paling dominan. Tidaklah manusia diceburkan ke dalam api neraka melainkan
sebagai akibat dari apa yang dilakukan oleh lidah. Maka peliharalah ia dengan
semua kekuatan yang kau miliki agar ia tidak menjerumuskanmu ke dalam dasar
neraka. Sebuah riwayat menyebutkan, “Sesungguhnya seseorang berbicara dengan
satu kata yang dengannya ia ingin membuat teman-temanuya tertawa, namun karena
itu ia jatuh ke dasar neraka selama tujuh puluh musim.” Dalam riwayat lain disebutkan
bahwa ada seorang syahid yang terbunuh di dalam peperangan pada masa
Rasulullah Saw. Lalu seseorang berkata, “Selamat baginya yang telah memperoleh
surga!” Tapi Rasul Saw. kemudian bersabda, “Dari mana engkau tahu? Barangkali
ia pernah mengatakan sesuatu yang tak berguna dan bakhil terhadap sesuatu yang
takkan pernah mencukupinya.” Maka, peliharalah lidahmu dari delapan perkara:
Pertama:
berdusta. Jagalah lidahmu agar jangan sampai berdusta baik dalam keadaan yang
serius maupun bercanda. Jangan kau biasakan dirimu berdusta dalam canda karena
hal itu akan mendorongmu untuk berdusta dalam hal yang bersifat serius.
Berdusta termasuk induk dosa-dosa besar. Kemudian, jika engkau dikenal
mempunyai sifat seperti itu (pendusta) maka orang tak akan percaya pada
perkataanmu dan untuk selanjutnya engkau akan hina dan dipandang sebelah mata.
Apabila engkau ingin mengetahui busuknya perkataan dusta yang ada pada dirimu,
maka lihatlah perkataan dusta yang dilakukan orang lain serta bagaimana engkau
membenci, meremehkan, dan tidak menyukainya. Lakukanlah hal semacam itu pada
semua aib dirimu. Sesungguhnya engkau tidak mengetahui aibmu lewat dirimu
sendiri tapi lewat orang lain. Apa yang kau benci dari orang lain, pasti juga
orang lain membencinya darimu. Oleh karenanya, jangan kau biarkan hal itu ada
pada dirimu.
Kedua:
menyalahi janji. Engkau tak boleh menjanjikan sesuatu tapi kemudian tidak
menepatinya. Hendaknya engkau berbuat baik kepada manusia dalam bentuk tingkah
laku, bukan dalam bentuk perkataan. Jika engkau terpaksa harus berjanji,
jangan sampai kau ingkari janji tersebut, kecuali jika engkau betul-betul tak
berdaya atau ada halangan darurat. Sebab, menyalahi janji merupakan salah satu
dari tanda-tanda nifak dan buruknya akhlak. Nabi Saw. bersabda, “Ada tiga hal,
yang jika ada di antara kalian yang jatuh ke dalamnya maka ia termasuk munafik,
walaupun ia puasa dan salat. Yaitu, jika berbicara ia berdusta, jika berjanji
ia mengingkari, dan jika diberi amanat ia berkhianat.”
Ketiga:
gibah (menggunjing). Peliharalah lidahmu dari menggunjing orang. Dalam Islam,
orang yang melakukan perbuatan tersebut lebih hebat daripada tiga puluh orang
pezina. Begitulah yang terdapat dalam riwayat. Makna gibah adalah membicarakan
seseorang dengan sesuatu yang ia benci jika ia mendengarnya. Jika hal itu
engkau lakukan, maka engkau adalah orang yang telah melakukan gibah dan aniaya,
walaupun engkau berkata benar. Hindarilah untuk menggunjing secara halus. Yaitu,
misalnya engkau nyatakan maksudmu secara tidak Iangsung dengan berkata, “Semoga
Allah memperbaiki orang itu. Sungguh tindakannya sangat buruk padaku. Kita
meminta kepada Allah agar Dia memperbaiki kita dan dia.” Di sini terkumpul dua
hal yang buruk, yaitu gibah (karena dari pernyataanya kita bisa memahami hal
itu) dan merasa bahwa diri sendiri bersih tidak bersalah. Tapi, jika engkau
benar-benar bermaksud mendoakannya, maka berdoalah secara rahasia jika engkau
merasa berduka dengan perbuatannya. Dengan demikian, jelaslah bahwa engkau tak
ingin membuka rahasia dan aibnya. Kalau engkau menampakkan dukamu karena
aibnya, berarti engkau sedang membuka aibnya. Cukuplah firman Allah Swt. ini
menghalangimu dari gibah, “Jangan sebagian kalian menggunjing sebagian yang
lain. Apakah salah seorang di antara kalian senang memakan daging saudaranya
yang sudah mati. Pasti kalian tidak menyukainya” (Q.S. al-Hujurat: 12).
Allah
mengibaratkanmu dengan pemakan bangkai manusia. Oleh karena itu, alangkah
baiknya jika engkau menghindari perbuatan tersebut. Jika engkau mau merenung,
engkau tak akan menggunjing sesama muslim. Lihatlah pada dirimu, apakah dirimu
itu mempunyai aib, baik yang tampak secara lahiriah maupun yang tersembunyi?
Apakah engkau sudah meninggalkan maksiat, baik secara rahasia maupun
terang-terangan? Jika engkau menyadari hal itu, ketahuilah bahwa ketidakberdayaan
seseorang untuk menghindari apa yang kau nisbatkan padanya sama seperti
ketidakberdayaanmu. Sebagaimana engkau tidak suka jika kejelekanmu disebutkan,
ia juga demikian. Apabila engkau mau menutupi aibnya, niscaya Allah akan
menutupi aibmu. Tapi apabila engkau membuka aibnya, Allah akan jadikan
lidah-lidah yang tajam mencabik-cabik kehormatanmu di dunia, lalu Allah akan
membuka aibmu di akhirat di hadapan para makhluk-Nya pada hari kiamat. Apabila
engkau melihat lahir dan batinmu lalu engkau tidak menemukan aib dan
kekurangan, baik dari aspek agama maupun dunia, maka ketahuilah bahwa
ketidaktahuanmu terhadap aibmu itu merupakan kedunguan yang sangat buruk. Tak
ada aib yang lebih hebat daripada kedunguan tersebut. Sebab, jika Allah
menginginkan kebaikan bagimu, niscaya Dia akan memperlihatkan aib-aibmu.
Tapi, apabila engkau melihat dirimu dengan pandangan rida, hal itu merupakan
puncak kebodohan. Selanjutnya, jika sangkaanmu memang benar, bersyukurlah pada
Allah Swt. Jangan malah engkau rusak dengan mencela dan menghancurkan
kehormatan mereka. Sebab, hal itu merupakan aib yang paling besar.
Keempat:
mendebat orang. Karena, dengan mendebat, kita telah menyakiti, menganggap
bodoh, dan mencela orang yang kita debat. Selain itu, kita menjadi berbangga
diri serta merasa lebih pandai dan berilmu. Ia juga menghancurkan kehidupan.
Manakala engkau mendebat orang bodoh, ia akan menyakitimu. Sedangkan manakala
engkau mendebat orang pandai, ia akan membenci dan dengki padamu. Nabi Saw.
bersabda, “Siapa yang meninggalkan perdebatan sedang ia dalam keadaan salah,
maka Allah akan membangun untuknya sebuah rumah di tepi surga. Dan siapa yang
meninggalkan perdebatan padahal dia dalam posisi yang benar Allah akan
membangun untuknya sebuah rumah di surga yang paling tinggi.”
Jangan
sampai engkau tertipu oleh setan yang berkata padamu, “Tampakkan yang benar,
jangan bersikap lemah!” Sebab, setan selalu akan menjerumuskan orang dungu
kepada keburukan dalam bentuk kebaikan. Jangan sampai engkau menjadi bahan
tertawaan setan sehingga dia mengejekmu. Menampakkan kebenaran kepada mereka
yang mau menerimanya adalah suatu kebaikan. Tetapi hal itu harus dilakukan
dengan cara memberikan nasihat secara rahasia bukan dengan cara mendebat. Sebuah
nasihat memiliki karakter dan bentuk tersendiri. Harus dilakukan dengan cara
yang baik. Jika tidak, ia hanya akan mencemarkan aib orang. Sehingga kebukannya
lebih banyak daripada kebaikan yang ditimhulkannya. Orang yang sering bergaul
dengan para fakih zaman ini memiliki karakter suka berdebat sehingga ia sulit
diam. Sebab, para ulama su’ tersebut mengatakan padanya bahwa berdebat
merupakan sesuatu yang mulia dan mampu berdiskusi merupakan satu kebanggaan.
Oleh karena itu, hindarilah mereka sebagaimana engkau menghindar dari singa.
Ketahuilah, perdebatan merupakan sebab datangnya murka Allah dan murka
makhluk-Nya.
Kelima:
mengklaim diri bersih dari dosa. Allah Swt. berfirman, “Jangan kalian merasa
suci. Dia yang lebih mengetahui siapa yang bertakwa” (Q.S. an-Najm: 32). Sebagian
ahli hikmat ditanya, “Apa itu jujur yang buruk?” Mereka menjawab, “Seseorang
yang memuji dirinya sendiri.” Janganlah engkau terbiasa demikian. Ketahuilah
bahwa hal itu akan mengurangi kehormatanmu di mata manusia dan mengakibatkan
datangnya murka Allah Swt. Jika engkau ingin membuktikan bahwa membanggakan
diri tak membuat manusia bertambah hormat padamu, lihatlah pada para kerabatmu
manakala mereka membanggakan kemuliaan, kedudukan, dan harta mereka sendiri,
bagaimana hatimu membenci mereka dan muak atas tabiat mereka. Lalu engkau
mencela mereka di belakang mereka. Jadi sadarlah bahwa mereka juga bersikap
demikian ketika engkau mulai membanggakan diri. Di dalam hatinya, mereka
mencelamu dan hal itu akan mereka ungkapkan ketika mereka tidak berada di hadapanmu.
Keenam:
mencela. Jangan sampai engkau mencela ciptaan Allah Swt, baik itu hewan,
makanan, ataupun manusia. Janganlah engkau dengan mudah memastikan seseorang
yang menghadap kiblat sebagai kafir, atau munafik. Karena, yang mengetahui
semua rahasia hanyalah Allah Swt. Oleh karena itu, jangan mencampuri urusan
antara hamba dan Allah Swt. Ketahuilah bahwa pada hari kiamat engkau tak akan
ditanya, “Mengapa engkau tidak mencela si fulan? Mengapa engkau mendiamkannya?”
Bahkan, walaupun engkau tidak mencela iblis sepanjang hidupmu dan engkau
melupakannya, engkau tetap tak akan ditanya tentang hal itu serta tak akan
dituntut karenanya pada hari kiamat. Tapi, jika engkau mencela salah satu
makhluk Allah Swt. baru engkau akan dituntut. Jangan engkau mencerca sesuatu
pun dari makhluk Allah Swt. Nabi Saw. sendiri sama sekali tidak pernah mencela
makanan yang tidak enak. Jika beliau berselera dengan sesuatu, beliau memakannya.
Jika tidak, beliau tinggalkan.
Ketujuh:
mendoakan keburukan bagi orang lain. Peliharalah lidahmu untuk tidak mendoakan
keburukan bagi suatu makhluk Allah Swt. Jika ia telah berbuat aniaya padamu,
maka serahkan urusannya pada Allah Swt. Dalam sebuah hadis disebutkan, “Seorang
yang dianiaya mendoakan keburukan bagi yang menganiaya dirinya sehingga menjadi
imbang, kemudian yang menganiaya masih memiliki satu kelebihan yang bisa ia
tuntut kepadanya pada hari kiamat.” Sebagian orang terus mendoakan keburukan
bagi Hajjaj sehingga sebagian salaf berkata, “Allah menghukum orang-orang yang
telah mencela Hajjaj untuknya, sebagaimana Allah menghukum Hajjaj untuk orang
yang telah ia aniaya.”
Kedelapan:
bercanda, mengejek, dan menghina orang. Peliharalah lidahmu baik dalam kondisi
serius maupun canda karena ia bisa menjatuhkan kehormatan, menurunkan wibawa,
membuat risau, dan menyakiti hati. Ia juga merupakan pangkal timbulnya murka
dan marah serta dapat menanamkan benih-benih kedengkian di dalam hati. Oleh
karena itu, jangan engkau bercanda dengan seseorang dan jika ada yang bercanda
denganmu,jangan kau balas. Berpalinglah sampai mereka membicarakan hal lain.
Semua itu
merupakan cacat yang terdapat pada lidah. Yang perlu kau lakukan adalah
mengasingkan diri atau senantiasa diam kecuali dalam keadaan darurat.
diceritakan bahwa Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. meletakan sebuah batu di mulutnya
agar tidak berbicara keuali saat perlu saja. Beliau menunjuk lidahnya lalu
berkata, “Inilah yang menjadi segala sumber bagiku. kekanglah ia sekuat
tenagamu, karena ia merupakan faktor utama yang membuatmu celaka di dunia dan
akhirat.”
Adapun
perut, maka jangan kau isi ia dengan barang haram atau syubhat. Berusahalah
untuk mencari yang halal. Jika engkau telah mendapatkan yang halal, berusahalah
mengkonsumsinya tidak sampai kenyang. Sebab, perut yang kenyang bisa membekukan
hati, merusak akal, menghilangkan hafalan, memberatkan anggota badan untuk
beribadah dan menuntut ilmu, memperkuat syahwat, serta membantu tentara setan.
Jika kenyang dari makanan halal merupakan awal segala keburukan, bagaimana jika
dari yang haram? Mencari sesuatu yang halal merupakan kewajiban bagi setiap
muslim. Beribadah dan menuntut ilmu yang disertai mengkonsumsi makanan haram
seperti membangun di atas kotoran hewan. Apabila engkau merasa cukup selama
setahun memakai baju yang kasar, lalu selama sehari semalam memakan dua potong
roti garing, lalu engkau tidak menikmati apa yang lezat bagi manusia, maka
engkau tak butuh pada yang lain. Barang yang halal sangat banyak. Engkau tidak
perlu meyakinkan dirimu dengan menyelidiki hal-hal yang tersembunyi. Tapi
engkau harus menjaga diri dari yang sudah jelas kau ketahui bahwa itu adalah
haram. Atau setelah dilihat dari ciri-ciri yang terkait dengan harta tersebut,
engkau bisa menduga bahwa itu adalah haram. Apayang sudah diketahui tampak
jelas secara lahir, sementara yang bersifat dugaan tampak dengan adanya ciriciri.
Misalnya harta penguasa dan para pekerjanya, harta orang yang tak bekerja
kecuali dengan cara menjual khamar, riba, judi, dan sebagainya. Jika engkau
tahu bahwa sebagian besar hartanya adalah haram, maka apa yang kau terima
darinya, walaupun mungkin halal, ia termasuk haram karena adanya dugaan yang
kuat tadi. Yang jelas-jelas haram adalah memakan harta wakaf tanpa izin atau
syarat dari si pemberi wakaf. Siapa yang melakukan maksiat, kesaksiannya
tertolak, dan wakaf atau apa pun yang ia terima atas nama kesufian adalah
haram.
Kami telah
menyebutkan hal-hal yang terkait dengan masalah syubhat, halal, dan haram dalam
satu kajian tersendiri pada kitab Ihya Ulumiddin. Pelajarilah kitab tersebut
karena mengetahui yang halal dan haram wajib hukumnya bagi setiap muslim
sebagaimana salat lima waktu.
Adapun
kemaluan, peliharalah ia dari semua yang diharamkan Allah. Jadilah sebagaimana
yang disebutkan Allah Swt, “Mereka yang menjaga kemaluan mereka, kecuali
terhadap isteri-isteri mereka atau sahaya yang mereka miliki, maka mereka tak
dapat dicela” (Q.S. al-Mukminun: 5-6). Engkau baru bisa menjaga kemaluan dengan
menjaga pandangan mata, menjaga hati untuk tidak merenungkannya, serta
menjaga perut dari yang syubhat dan dari rasa kenyang. Karena, semua itu
merupakan penggerak dan tempat tumbuhnya syahwat.
Kedua
tangan, harus engkau pelihara agar ia tidak kau jadikan alat untuk memukul
seorang rnuslim, untuk mendapat harta haram, untuk menyakiti sesama makhluk,
untuk berkhianat terhadap amanat dan titipan, serta untuk menuliskan sesuatu
yang tak boleh diucapkan karena pena merupakan lidah pula. Oleh karena
itu,peliharalah pena tersebut sebagaimana engkau menjaga lidah.
Janganlah
engkau pergunakan kedua kaki untuk menuju pintu seorang penguasa lalim. Sebab,
berjalan menuju para penguasa lalim tanpa ada keperluan merupakan maksiat yang
besar karena berarti ia bersikap tawadu dan memuliakan mereka yang telah
berbuat lalirn. Allah Swt. telah memerintahkan kita untuk berpaling dari
mereka dalam firman-Nya yang berbunyi, “Janganlah kalian condong kepada mereka
yang telah berbuat lalim, niscaya kalian tersentuh api neraka dan kalian tidak
mempunyai penolong selain Allah. Lalu kalian tidak ditolong” (QS. Hud: 113).
Jika engkau pergi menemui mereka untuk mendapat harta, berarti engkau berusaha
meraih sesuatu yang haram. Nabi Saw. bersabda, “Siapa yang bersikap merendah
kepada orang kaya, sepertiga agamanya telah hilang.” ini terhadap orang kaya
yang saleh, lalu bagaimana merendah terhadap orang kaya yang lalim?
Ringkasnya,
ketika engkau bergerak dan diam dengan anggota badanmu, itu semua merupakan
nikmat Allah Swt. Maka dari itu, janganlah engkau menggerakkan anggota badanmu
dalam rangka maksiat kepada Allah. Tetapi pergunakanlah untuk taat kepada-Nya.
Ketahuilah, jika engkau tak patuh maka bencananya akan kembali padamu,
sementara jika kamu mau menanam, maka buahnya akan menjadi milikmu. Adapun
Allah, Dia tak butuh padamu dan tak butuh pada amal perbuatanmu. Setiap jiwa
tergantung pada amal perbuatannya. Jangan sampai engkau berkata, “Allah Maha
Pemurah Dan Maha Penyayang. Dia Maha Mengampuni dosa mereka yang bermaksiat.”
Ini merupakan ungkapan yang benar tapi ditujukan pada sesuatu yang batil. Orang
yang mengucapkannya termasuk dungu seperti kata Rasul Saw., “Orang yang cerdik
adalah yang bisa menundukkan hawa nafsunya dan beramal untuk hari sesudah mati.
Sedangkan orang yang dungu adalah yang mengikuti hawa nafsunya dan
berangan-angan kepada Allah”.
Ketahuilah
bahwa ucapanmu itu seperti ucapan seseorang yang ingin menjadi fakih dalam
ilmu agama tanpa mau belajar, tapi justru sibuk dengan sesuatu yang batil lalu
berkata, “Allah Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Dia Maha berkuasa untuk
mencurahkan ke dalam hatiku berbagai ilmu yang Dia tanamkan di hati para nabi
dan wali-Nya tanpa usaha dan belajar.” Itu seperti ucapan orang yang
menginginkan harta, tapi tak mau menanam, berdagang, atau berusaha kemudian
berujar, “ Allah Maha Pemurah. Dia memiliki kekayaan langit dan bumi. Dia Maha
Berkuasa untuk memberikan kepadaku sebagian dari khazanah kekayaan-Nya sehingga
aku tak perlu bekerja. Hal itu telah Dia lakukan kepada para hamba-Nya.” Jika
engkau mendengar ucapan kedua orang di atas, engkau pasti menganggap kedua
orang itu bodoh dan engkau pasti mengejeknya walaupun sifat pemurah dan kuasa
Allah yang ia sebutkan benar. Demikian pula, Orang-orang yang alim dalam
bidang-bidang agama akan menertawakanmu jika engkau menuntut ampunan tanpa ada
usaha. Allah Swt. berfirman, “Bagi manusia apa yang ia usahakan” (Q.S. an-Najm:
39), “Kaliaan dibalas sesuai dengan amal perbuatan kalian” (Q.S. ath-Thar: 16),
“Orang-orang abrar (berbuat baik) berada dalam kenikmatan sedangkan mereka yang
selalu berbuat dosa berada di neraka Jahim” (Q.S. al-Infithar: 13-14).
Apabila
engkau tetap menuntut ilmu dan mencari harta dengan bersandar pada
kemurahan-Nya serta terus membekali diri untuk akhirat, maka Tuhan Pemelihara
dunia dan akhirat adalah satu. Dia Maha Pemurah dan Penyayang baik di dunia
maupun di akhirat. Ketaatanmu tidak membuat-Nya bertambah pemurah. Hanya saja,
kemurahan-Nya adalah Dia memudahkan jalan menuju negeri kenikmatan yang abadi
dan kekal dengan senantisa sabar dalam meninggalkan syahwat selama beberapa
saat. Ini merupakan puncak kemurahan. Jangan engkau rusak dirimu dengan ajaran
jahat para pengangguran. Ikutilah para nabi dan orang-orang saleh. Jangan
engkau terlalu berharap bisa memanen sesuatu yang tak kau tanam. Sedangkan
orang yang berpuasa, salat, berjihad, serta bertakwa, semoga ia diampuni.
Ini adalah
beberapa hal yang patut dipelihara oleh anggota badanmu. Engkau juga harus
membersihkan hatimu karena ia merupakan bentuk ketakwaan secara batin. Hati
adalah segumpal daging yang jika baik maka seluruh badan menjadi baik. Tapi
jika segumpal daging itu rusak, maka seluruh badan menjadi rusak. Berusahalah
untuk memperbaiki hatimu itu agar seluruh anggota badanmu juga baik. Hati
menjadi baik dengan selalu merasakan kehadiran Allah.
Post a Comment for "maksiat"